Senkomnews | Solo — Perubahan hukum pidana bukan sekadar urusan akademisi dan aparat penegak hukum. Inilah yang menjadi semangat dari dua dosen Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang saat menggandeng Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surakarta dalam kegiatan sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Bertempat di Hotel Sahid Jaya Solo, Pada Selasa 20 Mei 2025, kegiatan ini diikuti oleh 25 peserta yang terdiri dari konsultan pajak profesional dan praktisi hukum. Sosialisasi ini menjadi bagian dari Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang digagas oleh Dr. Eko Budi S, SH., MH. dan Dr. Mursito, SH., MH.
Mengapa KUHP Baru Perlu Disosialisasikan?
Dalam paparannya, kedua narasumber mengupas tuntas isi dari UU No. 1 Tahun 2023 yang menjadi landasan KUHP baru. Mereka menyoroti bahwa perubahan ini bukan sekadar kosmetik hukum, tetapi merupakan langkah besar dalam dekolonisasi dan demokratisasi hukum pidana nasional.
“Paradigma lama yang retributif harus mulai ditinggalkan. Kita menuju keadilan korektif dan restoratif. Hukum bukan hanya menghukum, tetapi juga memulihkan,” tegas Dr. Mursito dalam pemaparannya.
Dari Santet Hingga Pajak: Diskusi Hangat dan Bermakna
Tak hanya membahas sisi akademis, para peserta sangat antusias ketika diskusi menyentuh pasal-pasal sensitif seperti penghinaan terhadap presiden, santet dan perdukunan, hingga persoalan kohabitasi dan pidana perpajakan. Bagi para konsultan pajak, pemahaman yang tepat terhadap KUHP sangat penting agar tak terjebak dalam ketentuan hukum baru.
“Sebagai praktisi, kami butuh tahu batasan dan ruang gerak kami. KUHP baru ini cukup kompleks, tapi sangat penting untuk dipahami agar tidak salah langkah,” ujar salah satu peserta dari IKPI.
Menjawab Tantangan Zaman
- Beberapa perubahan penting yang disorot dalam sosialisasi ini antara lain:
- Double track system: kombinasi antara pidana dan tindakan.
- Pertanggungjawaban pidana korporasi: menjawab tantangan era bisnis modern.
- Panduan pemidanaan yang lebih manusiawi: termasuk sistem pidana bersyarat dan penguatan nilai-nilai keadilan sosial.
- Kegiatan ini menjadi bukti bahwa dunia pendidikan tinggi bisa menjadi motor penggerak reformasi hukum yang merangkul masyarakat.
- Bukan Sekadar Sosialisasi, Tapi Gerakan Membangun Masyarakat Sadar Hukum
Menurut Dr. Eko Budi, acara ini hanyalah awal dari langkah panjang membangun masyarakat yang sadar hukum dan aktif berpartisipasi dalam penegakan keadilan.
“Kami ingin hukum tidak lagi menjadi momok, tapi menjadi pelindung yang adil bagi semua lapisan masyarakat. Kolaborasi antara akademisi dan praktisi seperti IKPI adalah wujud sinergi menuju Indonesia yang lebih berkeadaban,” ujarnya menutup kegiatan.
Dengan kegiatan ini, Universitas Wahid Hasyim menegaskan komitmennya dalam menjembatani dunia kampus dan kebutuhan nyata masyarakat—mengubah teori menjadi solusi. (Rsf/gh)
Senkom News Menembus Jarak Tanpa Batas